69458251_10217533355557920_5537878291127468032_nSejujurnya aku gak pernah selesai membaca karya Tolkien. Buku pertama Lord of the Ring gagal kuselesaikan karena filmnya kadung keluar. Lalu mencoba membaca Hobbit juga terbengkalai. Menonton Tolkien, kisah hidup penulis fantasi paling digjaya di muka bumi, khayalanku cukup berlebihan. Semua tahu, biasanya bila kisah hidup seorang penulis luar biasa, karya-karyanya akan terimbas, jadi ikut luar biasa.

Tapi Tolkien menjalani hidup bagai kebanyakan laki-laki muda di Inggris waktu itu. Oke, dia yatim piatu. Tapi ia mendapat orang tua angkat yang baik dan kaya. itu yang bisa membuatnya bersekolah di sekolah mahal. Di situ ia bertemu dengan 3 sahabatnya -yang kupikir- merupakan kisah yang mengilhami para hobbit di The Lord of The Ring.

Kisah cintanya juga biasa, tak ada dramatisasi yang berlebih. Padahal Edith sudah dimainkan dengan apik oleh Lily Collins.Ada beberapa adegan sendu di situ, misalnya saat Tolkien tak punya cukup uang untuk masuk ke dalam teater, mereka kemudian menyelinap di gudang. Dari situ musik terdengar lalu Edith menari dengan cuek di antara tumpukan barang-barang properti panggung. Selepas itu, kisah Edith dibuat seperti terpotong-potong.

Di film ini Tolkien digambarkan sebagai seorang yang suka mempermainkan kata-kata, tanpa sadar ia menciptakan kata-kata baru. Ini yang membuatnya mendapat beasiswa lanjutan. Kupikir hidupnya memang lancar-lancar saja.

Satu lagi, kisah biopic ini terlalu mengambil jarak dari kisah Tolkien sebagai penulis. Aku bahkan gak mendapatkan gambaran bagaimana ia mulai memutuskan menulis, selain khayalan-khayalannya tentang kata-kata aneh yang diciptakannya. TTak ada gambaran bagaimana Tolkien mampu menulis dnegan detail. Kita tahu kedetailan Tolkien kadang melelahkan, apalagi untuk pembaca pertama. Kita juga tak tahu, kalau Tolkien membuat puluhan draft yang sampai sekarang belum tuntas disempurnakan oleh Christopher, anaknya.

Kupikir ini salah satu biopic yang paling patuh pada kisah sebenarnya. Hasilnya hanya perasaan datar yang kurasakan sepanjang film. Padahal dramatisasi saat perang seharusnya bisa bicara banyak, terlebih di situlah sahabat-sahabat Tolkien tewas.

Rasanya perlu seseorang dengan imajinasi seliar Tolkien sendiri untuk menggarap kisah hidup penulis yang juga tak terbatas keliaran imajinasinya.

Di akhir film, aku berharap kisah Tolkien dan cerita-ceritanya ini bukanlah yang terakhir. Karena selintas kubaca, Christopher -sebagai ahli waris seluruh karya Tolkien- sudah menolak untuk menjual hak cipta karya ayahnya, karena kecewa pada pembuatan film Hobbit yang banyak memasukkan kisah-kisah di luar tulisan ayahnya. Satu lagi,Ā aku berniat membuka lagi kumcer Tolkien yang sepertinya dulu sudah pernah kubeli… Aaah…Ā 

 

#tolkienmovieĀ #tolkienĀ #nicholashoult