Cari

Yudhi Herwibowo

mencoba terus menulis…

Kategori

buku yang saya baca

Manga-manga Kenangan yang Seharusnya Terus Dicetak Ulang

Karena Buletin Sastra Pawon yang mengadakannya, saya yakin banyak kawan-kawan yang akan menulis tentang buku-buku sastra. Saya awalnya juga ingin menulis itu. Tapi setelah saya pikir-pikir, saya membatalkan niatan itu.

Awalnya tentu yang ingin saya tulis adalah komik-komik secara umum. Tapi bicara komik secara umum, selalu saja tak bisa melepaskan diri dari komik-komik legendaris seperti Tintin, Asterix, atau juga Lucky Luke. Bagaimana pun komik-komik itu sulit sekali untuk ditepikan. Jadi saya merasa tulisan saya pastilah tak akan terlalu menarik. Apalagi banyak komik yang merupakan serial, komik-komik satu seri –yang kini istilahnya oneshot– dapat dikatakan cukup jarang. Saya jadi takut ulasan saya akan melebar pada novel grafis yang banyak dalam kondisi 1 komik tamat. Jadi setelah saya pikir-pikir saya kerucutkan pada manga. Ini mungkin lebih menarik. Apalagi daftar manga yang saya baca dulu cukup bejibun. Saya pernah ada di era: membaca semua komik (cowo) yang dirilis. Itu saat di masa awal saya membuat persewaaan buku hampir 11 tahun yang lalu.

998af461baf861c71c6843559763f2f4

Lanjutkan membaca “Manga-manga Kenangan yang Seharusnya Terus Dicetak Ulang”

Buku Terakhir di 2016, Buku Pertama di 2017

Daripada lupa (lagi), mending ditulis (lagi).

Sebenarnya di akhir-akhir ini saya membaca beberapa buku sekaligus. Namun payahnya, banyak tak berhasil saya selesaikan. Beberapa di antaranya adalah Raden Mandasia milik Mas Yusi Pareanom, Theresa milik Emile Zola, Moemie Gadis yang Berusia 100 Tahun milik Marion Bloem. Sialnya yang terakhir ini baru saya selesaikan 100 halaman saja.

7166739_orig.jpgDi penghujung tahun 2016, saya menyelesaikan The 100 Year-Old Man Who Climbed Out the Window and Disappeared milik Jonas Jonasson. Sebenarnya buku ini sudah saya baca sejak tahun lalu. Tapi saya stuck di bab 14. Entah kenapa buku itu tertumpuk dengan buku lainnya, lalu seperti disappeared beneran. Tapi yang pasti saya merasa agak bosan membacanya. Bukan karena ceritanya jelek. Tapi lebih karena penulis yang seperti membuat alurnya bergerak sedemikian bebas. Tokoh utama Allan Carlsson seperti punya garis hidup istimewa yang dengan mudah berpergian ke mana pun, termasuk Indonesia, dan bertemu tokoh-tokoh pemimpin dunia dan berinteraksi dengan mereka. Walau di beberapa bagian ini bisa menjadi lucu dan membuat saya tersenyum, tapi di beberapa bagian lain ini membuat saya sedikit mengerutkan kening. Lanjutkan membaca “Buku Terakhir di 2016, Buku Pertama di 2017”

Membaca Pater Pancali: Kesedihan Kadang Memang Memiliki Masa Kadaluarsa

klub buku 2Untuk diskusi Klub Buku Pawon Agustus ini, dipilihlah novel Pater Pancali karangan Bibhutibhushan Banerji, atau biasa ditulis Bibhutibhushan Bandyopadhyay (edisi Indonesia diterjemahan oleh Koesalah Soebagyo Toer). Saat pemilihan -sekitar 4 bulan yang lalu- memang tak banyak buku-buku sastra baru yang beredar. Ini sepertinya kali pertama klub buku pawon mendiskusikan novel lawas yang lumayan tebal.

Tapi kisah Pater Pancali memang sudah saya dengar sejak lama. Pustaka Jaya pernah menerbitkannya. Pater Pancali bahkan disebut-sebut sebagai Bumi Manusia-nya India.

Bibhutibhushan sendiri merupakan penulis besar di India. Ia lahir di Bengali 12 Septermber 1894, dan sampai akhir hayatnya sudah menulis puluhan novel. Salah satu novelnya, Ichhamati bahkan pernah memenangi Rabindra Puraskar tahun 1951, salah satu penghargaan sastra paling prestisius di India. Namun Pater Pancali tetaplah yang menjadi masterpiece-nya.

 

Kisah Pater Pancali yang Terpatah-patah

Awalnya, membaca Pater Pancali terasa sangat lambat. Novel ini cukup detail dan paragraf-paragrafnya pun gemuk-gemuk. Tapi beberapa novel lawas memang seperti itu. Jadi saya bisa memaklumi keadaan ini. Lanjutkan membaca “Membaca Pater Pancali: Kesedihan Kadang Memang Memiliki Masa Kadaluarsa”

Membaca Bersepeda Ke Neraka: Cerita-cerita yang Tak Pernah Selesai

Bagaimana sebuah cerita bermula?

Pernah mencoba menjawabnya dengan runtut?

6826145_e5169bad-cbbd-4099-9021-2f8ec2952947 Dulu, saya punya seorang kawan yang selalu ada dalam mood buruk. Bicara dengannya sungguh merepotkan. Ia selalu jadi anomali di antara kawan-kawan yang lain. Kadang saya sampai berpikir: ia adalah si penghancur kegembiraan. Saat semua kawan sedang  gembira akan sesuatu, ia muncul dengan ekspresi wajah yang datar. Tentu, kawan saya itu bukan penulis, bukan pula pencerita, tapi saya pikir ia adalah obyek cerita yang baik. Herannya, saya tak pernah bisa menulis apa-apa tentangnya. Yang bisa saya tulis hanyalah percikan-percikan kisah-kisah kecil tentangnya. Tak ada yang benar-benar jadi sebuah cerita yang utuh. Namun selang beberapa tahun kemudian, cerita-cerita kecil yang saya corat-coret di buku catatan saya itu, bisa membuat saya terlempar ke cerita-cerita besar dengannya. Anehnya, cerita itu seperti menjadi lebih besar dari seharusnya.

Saya pikir fiksi mini dibuat dengan tujuan –atau harapan- seperti itu. Sebenarnya saya sendiri bukan tipe penyuka cerita-cerita mini. Sepertinya hanya 2 mini yang asyik: Mini Mouse dan rok mini. Tapi tentu bukan fiksi mini Saya lebih suka cerita yang panjang. Karena cerita yang pendek, punya kecenderungan sama dengan cerita lainnya. Walau saya tahu membuat fiksi mini, walau nampak mudah, sebenarnya lebih sulit dari yang dikira.

Membuat fiksi mini butuh kosentrasi di setiap kalimat, bahkan kata. Tak bisa dibuat seadanya. Ini jauh lebih sulit dari membuat paragraf pertama. Dengan sajian kalimat yang minim, pembacalah yang diharapkan menyusun cerita. Pembaca dituntut menjadi pembaca yang tak malas. Pembaca yang mau merenung sejeda-dua jeda.

Awalnya saya mengira para pembuat cerita fiksi mini membuatnya cerita karena gelontoran ide yang bejibun di kepalanya. Namun tak semua sanggup diolahnya menjadi cerpen dan novel. Karena kadang ide-ide itu terlalu sederhana, bahkan masih berupa embrio. Tapi mulai setahun belakangan ini, pikiran itu sepertinya tak bisa saya yakini sepenuhnya. Itu sama seperti ketika saya mulai membaca Bersepeda ke Neraka karangan Triyanto Triwikromo (TT). Lanjutkan membaca “Membaca Bersepeda Ke Neraka: Cerita-cerita yang Tak Pernah Selesai”

Saya dan Novel-novel Murakami

murakami okSaya selalu bertanya-tanya, apa yang membuat sebuah buku bisa begitu terkenal? Saya tahu, ini tak selalu berkaitan dengan bagusnya naskah tersebut. Beberapa buku pemenang sayembara sastra, atau bahkan pemenang nobel sastra, jarang yang bisa sampai puncak penjualan. Tapi naskah-naskah yang malah jarang dibicarakan dalam khasanah sastra, kadang malah mencetak penjualan tertinggi. Saya pikir marketing memang berperan penting untuk ini, dan satu lagi, yang mungkin kerap dilupakan: keberuntungan.

Dan anehnya, setiap membaca novel-novel Haruki Murakami (Murakami), pertanyaan di awal tulisan ini kembali mengganggu saya. Murakami adalah novelis asal Jepang yang kini sedang naik daun di beberapa negara termasuk Indonesia. Sebagai kilas balik saja, novel Norwegian Wood (NW) yang saya beli sebelum novel itu di-republish dengan cover baru oleh KPG, merupakan cetakan kelima (November 2009). Novel-novel Murakami memang laris manis. Sudah terjual jutaan copy dan diterjemahkan ke dalam 50 bahasa lebih. Ia bahkan sempat menjadi nominasi nobel sastra di tahun 2013, namun kalah oleh penulis China, Mo Yan.
Mengamati sosial media, saya merasa banyak sekali kawan-kawan penulis yang membaca Murakami. Ini bisa dilihat saat mereka kerap menulis quotes milik Murakami. Tapi saya tak pernah, atau jarang, melihat quotes milik Mo Yan.

Saya sendiri mulai mengenal Murakami saat membeli bukunya Dengarlah Nyanyian Angin (DNA) karena telah diobral seharga 5.000 rupiah. Tapi sampai lama buku itu tak terbaca. Bahkan sebelum terbaca saya membeli Norwegian Wood (NW) hanya gara-gara novel itu didiscount 40%.

Lanjutkan membaca “Saya dan Novel-novel Murakami”

And the Mountains Echoed: Kisah-kisah yang Bergema

ImageDan saya mungkin terpesona pada bab awal kisah ini. And the Mountains Echoed (ATME) dibuka dengan sebuah dongeng mengerikan yang diceritakan seorang ayah pada anaknya yang masih kecil. Itu  dongeng tentang div, jin, yang meminta seorang bocah sebagai persembahannya. Di situ, tak ada yang bisa menolak keinginan sang div, termasuk Babah Ayub, ia terpaksa merelakan anak yang paling dicintainya. Di akhir dongeng, secara tragis div membuang semua ingatan Babah Ayub tentang kejadian ini, hingga ia tak pernah lagi bisa mengingat anaknya… 

Ini sebuah awalan yang tragis. Namun dari kisah inilah semua bergulir…

ATMEadalah novel Khaled Hosseini (KH) yang saya baca. Awalnya saya terpaksa membacanya karena diskusi Klub Buku Pawon memutuskan buku itu. Sebenarnya saya sudah mencoba untuk membeli sejak bukunya rilis, tapi membaca sinopsisnya, tak cukup membuat saya tertarik. Walau begitu saya masih terkenang dengan film Kite Runner yang beberapa tahun lalu saya tonton. Itu film yang menyentuh. Atas dasar itulah saya menyelesaikan buku itu. Lanjutkan membaca “And the Mountains Echoed: Kisah-kisah yang Bergema”

Membaca Celeng Satu Celeng Semua: Menyusuri Lorong Pekat Imajinasi Triyanto Triwikromo

ImageDulu, saya termasuk orang yang ikut berkusak-kusuk mengomentari cerpen-cerpen Triyanto Triwikromo (TT). Mungkin tanpa TT tahu, ia sudah menjadi bahan pembicaraan sejak lama. Namun sayangnya pembicaraan kadang berlangsung abu-abu. Misalnya saat cerpen TT dimuat di salah satu media, beberapa kawan langsung menepuk jidat sambil mengeluh, aduh cerpen yang bikin pusing nih

Saya selalu mengamini keluhan itu. Tanpa saya sadari, saya jadi sosok egois yang sudah memandang terlalu tinggi kapasitas otak saya, sehingga menafikkan cerpen-cerpen yang kurang saya pahami.

Dan itu ternyata berlangsung sampai beberapa tahun. Untungnya cerpen minggu selalu datang. Kebiasaan membaca cerpen minggu itu menjadi rutinitas. Siapa pun yang menulis, tentu akan dibaca. Mungkin, bila TT merupakan penulis yang hanya menulis 2-3 tahun, saya pasti akan terus mengenangnya sebagai penulis yang sulit. Namun ternyata, selama lebih dari 10 tahun konsistensinya tetap ada. Maka walau masih kerap memandang rumit, saya tetap membaca kisah-kisah yang disajikan TT.

Dan waktu ternyata mejawab segala hal. Lama-lama entah kenapa, saya merasa lancar membaca cerpen-cerpen TT. Dari Ikan Terbang Kuffah, Burung Api Situ dan Lengtu Lengmua semua lancar. Bahkan yang panjang-panjang dan terakhir dimuat di media pun seperti semakin enak dinikmati.

Saat mulai membaca Celeng Satu Celeng Semua (CSCS) sebenarnya saya mungkin sudah membaca lebih dari 3-4 cerpen di situ. Namun dasar kapasitas memori saya memang kelas pentium jadul, saya tak terlalu mengingat secara detail. Jadi pembacaan kedua ini, tetap terasa seperti pembacaan pertama.

Kesan pertama saya terhadap pembacaan cerpen-cerpen di CSCS, adalah saya tiba-tiba seperti berada dalam lorong pekat, tanpa memasukinya lebih dahulu, namun tiba-tiba saja berada di situ. Lorong yang benar-benar gelap. Gawatnya saya tak tahu di mana saya awalnya berada, di tengah, di ujung, atau di mana, saya haya bisa meraba-raba dan membiasakan mata saya dalam kepekatan hingga tiba di ujung. Lanjutkan membaca “Membaca Celeng Satu Celeng Semua: Menyusuri Lorong Pekat Imajinasi Triyanto Triwikromo”

Kisah Kelam Sang Pelukis, ulasan novel Lust for Life

ImageKadang dibalik sesuatu yang indah, ada kisah pahit di baliknya.

Entah quotes itu milik siapa, saya hanya seperti pernah membaca atau mendengarnya di suatu tempat yang tak saya ingat, dan mungkin bisa jadi tempat itu ada di otak saya sendiri.

Dan quotes itu ternyata pas sekali dengan kisah hidup sosok pelukis besar Vincent Van Gogh. Irving Stone dalam novelnya Lust for Life (Serambi, 22012) seperti bisa hadir di sana untuk mengisahkannya. Penulis yang terkenal karena beberapa novel yang diangkat dari biografi ini, memang sudah terkenal piawai menulis kisah-kisah semacam ini.

Van Gogh adalah legenda besar. Keberadaannya bagai dewa. Nama besarnya melebihi pelukis mana pun di dunia, bahkan di tata surya. Kalau kita mencoba mencarinya di google search, kita akan mendapati hampir seluruh lukisan-lukisannya terpampang di mana-mana. Tapi walau telah setenar itu, tetap tak banyak yang mengetahui kisahnya secara detail.

Padahal Van Gogh seakan terlahir untuk dikisahkan. Jalan hidupnya bagai kisah sebuah drama yang membuat pengunjung bertahan untuk menyelesaikannya. Dan Irving ternyata dapat menuangkannya dalam kisah yang runtut dan sistematis. Seraya mengisahkan, ia mampu mengajak kita pada sebuah petualangan dari satu kota ke kota lainnya. Lanjutkan membaca “Kisah Kelam Sang Pelukis, ulasan novel Lust for Life”

Tak Sekedar tentang Seorang (calon) Penyair dan Kopi yang Nikmat…

ImageBerabad-abad yang lalu ada penyihir besar yang bisa berkomunikasi dengan para zar, roh-roh yang memerintah – atau sebenarnya, salah mengatur – dunia kita. Waktu penyihir ini mati, dewa langit sedih sekali, karena sekarang tak ada lagi yang cukup kuat untuk mengendalikan para roh. Air mata pahit Tuhan jatuh ke atas makam si penyihir, dan di mana air matanya jatuh, semak kopi pertama tumbuh. (halaman 616)

Sewaktu membaca blurbs di cover novel The Various Flavours of Coffee karangan Anthony Capella, 3 hal yang menarik perhatian saya: seorang calon penyair, kopi-kopi yang istimewa dan sebuah perjalanan panjang ke negeri eksotis.

Coba bayangkan, apa yang bisa terpikirkan dari 3 hal tersebut?

Hanya sebuah kisah menarik yang kemudian saya bayangkan. Lanjutkan membaca “Tak Sekedar tentang Seorang (calon) Penyair dan Kopi yang Nikmat…”

sepeda merah: mengenang kisah tukang pos pengantar surat dengan sepeda

Imagebaru tanggal 14 februari 2013 lalu, buletin sastra pawon membuat acara ultah bertema surat. Dan malamnya atas anjuran seorang teman, saya akhirnya membeli novel grafis kim dong hwa, sepeda merah. Saya langsung membelinya  2 seri, karena tak mau mengulang kesalahan seperti dulu saat membeli seri warna tanah 1 seri demi  1 seri.  Karena sialnya seri ketiga buku itu ternyata terlanjur diretur oleh pihak toko… L

seperti biasa saya suka gambar-gamabar eyang kim. Rapi dan detail. Apalagi khusus sepatu merah ini, setiap halamannya penuh dengan warna. Bisa dibayangkan keindahan apa yang terjadi karena paduan eyang kim dan warna-warna? Saya suka eyang kim karena ia bukan tipe komikus yang hanya menggambar 2 kepala orang saat dialog. Angle2nya luar biasa. Ini mungkin yang menyebabkan buku ini disebut novel grafis… 🙂 Lanjutkan membaca “sepeda merah: mengenang kisah tukang pos pengantar surat dengan sepeda”

Ketakutan dalam Big Breasts and Wide Hips

ImageSungguh, bila saya membayangkan hidup dalam novel Mo Yan, Big Breast and Wide Hips (BBWH), saya pastilah akan merasa sangat ketakutan!

***

Novel  yang meraih nobel sastra tahun 2012, adalah novel tentang perjuangan seorang perempuan bernama Shangguan Lu. Dari rahimnya lahir 9 anak. Harapannya dan keluarga untuk mendapatkan anak laki-laki  membuatnya  mau melakukan apa pun. Ya , apa pun. Suaminya, Shangguan Shouxi,  terlahir mandul, sehingga ia harus bercinta dengan beberapa laki-laki yang tak sesuai dengan harapannya. Ia bahkan bercinta dengan pamannya, atas keinginan bibinya. Dan hampir semua laki-laki membenihkan rahimnya digambarkan begitu buruknya. Maka anak-anaknya Shangguan Lu muncul dari benih keterpaksaan, bukan cinta. Baru di hubungan yang terakhir, dengan Pastor Malory, ia mendapatkan anak kembar bermata biru dengan berambut merah.  Seorang di antaranya adalah laki-laki.

Ialah Shangguan Jintong! Sang anak penuh harapan! Lanjutkan membaca “Ketakutan dalam Big Breasts and Wide Hips”

Sihir Perempuan: Kisah-kisah yang tak pernah usai…

Saya mungkin terlaImagembat!

Baru setelah membaca Kumpulan Budak Setan (Gramedia, Februari 2010) saya seperti baru tersadar. Saya terkesan dengan satu penulis dari tiga penulis pengisi antologi itu: Intan Paramaditha. Buku yang sejatinya dipersembahkan untuh penulis novel horor Abdullah Harahap ini, memang penuh dominasi kengerian. Namun buku ini nyaris menjadi persembahan kosong bagi Abdullah Harahap. Untunglah ternyata ada Goyang Penasaran di situ, salah satu cerpen Intan Paramadhita yang saya pikir merupakan cerpen paling kuat dari semua cerpen yang ada.

Solihin menangkap dendam pada mata Salimah, mata lelah yang tak lagi berbinar seperti mata kucing.Ia sadar meski keadaan berubah, Salimah tetap cinta dan nafsu sejatinya. Kalau ia belum mendapatkan perempuan yang dulu jadi rebutan,sampai mati pun akan ia perjuangkan. Lanjutkan membaca “Sihir Perempuan: Kisah-kisah yang tak pernah usai…”

Bocah Kecil di Antara Pearl & Willow

Image

dan di antara tumpukan buku-buku,yang jumlahnya ratusan lebih itu

aku merasa sangat beruntung, otak ini menggerakkan tanganku memilih buku ini untuk kubaca…

Aku bagai ingin menjadi bocah kecil yang bersembunyi di balik rerumputan lebat dan melihat  dua orang perempuan itu, seorang China dan seorang berambut pirang, yang sedang berpandangan dalam suasana hiruk pikuk di dekat sebuah desa bernama Ciang-kiang.

“Aku akan membawakan bunga-bunga segar ke makam Carrie di musim semi.” Suara perempuan China itu, yang kutahu bernama Willow, terdengar.

“Aku akan segera kembali,” Pearl, perempuan satunya lagi yang berambut pirang, berjanji.

Aku mendengar nada suara keduanya yang sengau. Walau aku tahu, ini adalah kali ke sekian mereka berpisah. Aku selalu yakin mereka selalu akan selalu bertemu lagi. Gambaran persahabatan keduanya entah mengapa terasa sekali begitu erat. Seperti tertemali. Lanjutkan membaca “Bocah Kecil di Antara Pearl & Willow”

tentang laika

Image

sebenarnya sejak beberapa bulan lalu saya lihat buku ini ada dalam rak obralan. entah di gramedia atau di togamas. beberapa kali pula saya memegangnya dan berniat membeli. namun selalu saya saya batalkan, karena merasa sedikit tak tertarik dengan ilustrasi di dalamnya. namun baru 2 hari lalu saya membeli buku itu hanya dengan 10rb saja. sepertinya ini cukup bisa melengkapi novel2 grafis yang memang saya kumpulkan.

dan tak butuh waktu lama menyelesaikan novel grafis besutan nick abadzis ini. gambarnya mungkin terasa biasa, atau bahkan bisa dikatakan di bawah standar. apalagi bila dibandingkan dengan jodorowsky & bess yang membuat the white lama. namun dari segi cerita laika terasa sangat emosional. Lanjutkan membaca “tentang laika”

Buat situs web atau blog gratis di WordPress.com.

Atas ↑