seperti manusia, buku punya nasibnya sendiri…
kadang2 buku yang bagus, payah penjualannya karena gak didukung oleh display yang layak. gramedia sebagai tolak ukur toko buku di indonesia, sampai sekarang tetap menjadi harapan para penerbit. ini tak bisa disalahkan, karena gramedia tersebar di seluruh indonesia.
namun gramedia sendiri adalah bagian kecil dari sebuah lini bisnis perbukuan di indonesia. penerbit gramedia dan grupnya adalah pemasok utama toko-toko buku gramedia itu. toko-toko buku tersebut memang diwajibkan untuk membeli (dengan pembayaran tempo) semua buku yang telah diterbitkan gramedia beserta grupnya. tentu saja ini membuat gramedia lebih mengutamakan buku2 terbitannya sendiri. coba cek buku2 gramedia grup, semisal gramedia, elex, pm, bip, dll, pasti ada di rak2 yang sangat strategis…. rak yang terlihat oleh pandangan mata.
penerbit2 lain bisa juga mendapat display yang strategis, dengan syarat : buku itu laku dipasaran! nah, padahal untuk menjadi buku yang laku dipasaran kan butuh display dulu ya? makanya buku2 seperti laskar pelangi, baru dikenal orang sejak seri ketiga. itupun didongkrak oleh munculnya di acara kick andy. sama seperti buku-buku habiburahman, banyak dari kita yang mengenalnya saat buku itu sudah akan difilmkan. padahal saat itu buku ayat2 cinta, dianggap terlalu lama, karena sudah banyak buku2 milik habiburahman sebelumnya…
maka nasib harus diterima penerbit kecil. biasanya buku2nya nyelempit entah dimana. kadang penulisnya saja bingung mencari bukunya, bagaimana orang lain?
pesan moral dari tulisan ini : bantulah temen2 kita yang penulis dari penerbit kecil, untuk memindahkan displaynya ke posisi yang strategis… hehe…
Komentar Terbaru