segmen #1
segmen #2
segmen #3
segmen #4
segmen #1
segmen #2
segmen #3
segmen #4
Saya mungkin beruntung, selain membelikan buku di toko buku secara teratur, papa saya juga yang mengantar saya ke sebuah taman bacaan untuk meminjam buku. Saat itu, saya sedang tergila-gila dengan Khoo Ping Hoo, dan hanya di taman bacaan saya bisa mendapati buku itu. Saya ingat, di saat-saat itu pula, sepertinya saya mulai punya kebiasaan menabung untuk membeli buku. Buku-buku incaran saya waktu itu adalah Trio Detektif san STOP.
Saya merasa, saya ini merupakan generasi taman bacaan. Tentu kalimat itu, sekarang sudah dianggap aneh. Kondisinya memang sudah berbeda. Taman-taman bacaan -yang berisi buku-buku hiburan- satu persatu mulai berguguran. Yang tetap berdiri tegak hanyalah perpustakaan yang dikelola negara maupun swasta. Tentu dengan kondisi yang seadanya, bahkan ada yang sangat memrihatinkan.
Lalu, dalam keadaan seperti itu, bagaimana seseorang dengan kantung pas-pasan bisa menyukai buku dan menyalurkan minat bacanya?
Perpustakaan dan Buku
Rumor DPR ingin membuat sebuah perpustakaan dengan biaya milyaran rupiah sempat berhembus beberapa bulan ini. Siapa pun akan menggeleng kepala tak percaya. Saya sendiri merasa itu ide yang absurb. Bagi orang-orang yang berkecimpung di dunia buku, angka itu benar-benar angka yang luar biasa. Padahal sejak beberapa tahun terakhir ini pertanyaan yang menakutkan bagi pengelolah perpustakaan sudah menelisip di telinga mereka: apa benar sebuah sebuah perpustakaan masih relevan di era sekarang? Lanjutkan membaca “Buku, Perpustakaan dan Komunitas , tulisan saya di Majalah Sastra Garisbawah edisi Juli – Agustus 2016”
Tautannya
Kliping Sastra Indonesia: http://id.klipingsastra.com/2016/07/museum-luka.html
Lakon Hidup:Â https://lakonhidup.wordpress.com/2016/07/10/museum-luka/
Komentar Terbaru